Yuk Mengenal Toxic Masculinity

Stigma masyrakat sering banget menuntut laki-laki untuk machi setiap saat, tidak merawat diri, bersikap tegas dan cenderung kasar serta tidak boleh mengekpresikan kesedihan. Jika demikian, itu tandanya kamu sedang berada dalam Toxic Masculinity.

Sebab Munculnya Toxic Masculinity

Toxic masculinity berawal dari budaya patriarki yang diajarkan secara turun temurun oleh orang tua ke anak sehingga membentuk pola yang tidak berujung. Budaya ini percaya bahwa laki-laki yang memegang kekuasaan utama dalam berbagai aspek kehidupan dan bukan perempuan.

Maka disinilah mulai terbentuk stigma bahwa laki-laki harus selalu tangguhm berani, mampu mengerjakan banyak hal dan tidak boleh terlihat lemah.

Dampak Buruk Toxic Masculinity

1. Dapat Mengganggu Kesehatan Mental

Memasang standar pada laki-laki untuk tidak menangis, sama saja melarang mereka mengekpresikan perasaan dan menceritakan masalah hidupnya. Jika melarang seseorang untuk mengekspresikan perasaan, maka lama-kelamaan hal ini bisa memicu kesehatan mental, karena kebiasaan untuk memendam semuanya sendirian.

2. Dapat Memancing Seseorang Untuk Menyakiti Orang Sekitar

Dengan memiliki pola pikir toxic masculinity, kamu bisa saja menyakiti orang sekitarmu. Karena kamu bisa cenderung lebih mudah merendahkan orang lain yang perilakunya tidak sesuai dengan pola pikir kamu.

Yuk, melawan toxic masculinity dimulai dari diri sendiri!

1. Normalisasi Laki-laki yang Mengeksprsikan Perasaan

Karena laki-laki juga manusia, maka laki-laki juga bisa merasakan emosi, galau, nangis, atau yang lainnya. Karena emosi manusia itu wajar, apapun gendernya.

2. Hormati Prefensi Setiap Laki-Laki

Setiap orang memiliki prefensi dan kesukaan masing-masing. Kalau laki-laki disekitarmu tidak suka nonton pertandingan bola dan lebih suka memasak, bukan berarti jiwa laki-lakinya terenggut lho.

Kamu tetap laki-laki meskipun kamu skincare-an, tidak pandai berantam, mengekspresikan perasaanmu, suka masak, tidak suka main bola, tidak suka minum-minum atau pun merokok.

By : satu.persen